MK Tolak Permohonan: Batasan Usia dalam Lowongan Pekerjaan Tidak Diskriminatif

MK Tolak Permohonan: Batasan Usia dalam Lowongan Pekerjaan Tidak Diskriminatif

Smallest Font
Largest Font

Harazakida.com - Pada Selasa, 30 Juli 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia mengeluarkan keputusan penting terkait batasan usia dalam lowongan pekerjaan. Kasus ini menarik perhatian publik dan mengundang berbagai pendapat, terutama di kalangan para pencari kerja dan pemberi kerja. Permohonan ini diajukan oleh Leonardo Olefins Hamonangan, seorang warga Bekasi, yang merasa bahwa ketentuan dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) memungkinkan terjadinya diskriminasi dalam proses rekrutmen tenaga kerja.

Pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur bahwa pemberi kerja memiliki hak untuk merekrut tenaga kerja yang dibutuhkan, baik secara langsung maupun melalui pelaksana penempatan tenaga kerja. Pemohon berpendapat bahwa pasal ini membuka peluang bagi diskriminasi, terutama berdasarkan usia, jenis kelamin, dan latar belakang etnis.

Keputusan Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi, dalam sidang yang digelar pada 30 Juli 2024, memutuskan untuk menolak permohonan tersebut. Ketua MK, Suhartoyo, bersama dengan delapan hakim konstitusi lainnya, menyatakan bahwa permohonan ditolak sepenuhnya. Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan bahwa hak asasi manusia dianggap diskriminatif jika terdapat pembedaan berdasarkan agama, suku, ras, etnis, jenis kelamin, dan kelompok lainnya. Namun, pembatasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan tidak termasuk dalam kategori diskriminasi menurut MK.

Hakim Arief menekankan bahwa penempatan tenaga kerja harus dilakukan dengan prinsip terbuka, objektif, adil, dan setara tanpa adanya diskriminasi. Hal ini bertujuan untuk memastikan hak dan perlindungan dasar bagi tenaga kerja sambil mempertimbangkan kebutuhan dunia usaha. Oleh karena itu, ketentuan mengenai batasan usia dalam lowongan pekerjaan, jika ditetapkan oleh pemberi kerja, tidak dianggap sebagai tindakan diskriminatif menurut Mahkamah Konstitusi.

Pertimbangan Hukum dan Prinsip Keadilan

Dalam pertimbangannya, MK mengacu pada prinsip hak asasi manusia yang menolak diskriminasi berdasarkan agama, suku, ras, etnis, dan jenis kelamin. Namun, MK juga menekankan pentingnya penempatan tenaga kerja yang adil dan sesuai dengan keahlian serta kemampuan. MK berpendapat bahwa batasan usia, meskipun mungkin tampak sebagai pembatasan, tidak secara otomatis berarti diskriminasi jika diterapkan dalam konteks yang relevan dengan kebutuhan dunia usaha.

Dalam hal ini, Hakim Arief Hidayat menegaskan bahwa batasan-batasan seperti usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan tidak secara eksplisit diatur dalam ketentuan diskriminasi yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Sebaliknya, UU tersebut menekankan perlunya asas terbuka, objektif, dan adil dalam penempatan tenaga kerja.

Pendapat Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah

Sementara keputusan MK umumnya diterima, terdapat dissenting opinion dari Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah. Dalam pendapatnya yang berbeda, Guntur berargumen bahwa seharusnya MK mengabulkan sebagian dari permohonan. Ia berpendapat bahwa Pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan memiliki potensi disalahgunakan, dan menilai norma tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.

Guntur menganggap bahwa frasa "merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan" memberikan keleluasaan yang terlalu besar kepada pemberi kerja. Menurutnya, hal ini dapat menciptakan bias dalam proses rekrutmen, seperti mensyaratkan calon pekerja dengan kriteria yang tidak relevan seperti "berpenampilan menarik" atau batasan usia tertentu. Ia juga menekankan bahwa ketidakpastian hukum ini dapat menghambat individu yang kompeten tetapi terhalang oleh usia.

Guntur berpendapat bahwa batasan usia dalam lowongan pekerjaan dapat menghambat kesempatan bagi individu yang memiliki kompetensi dan pengalaman yang relevan. Ia juga menekankan prinsip memberikan kesempatan yang adil dan menghapus pembatasan yang tidak rasional dan tidak akuntabel.

Perspektif Internasional

Pemohon, Leonardo Olefins Hamonangan, juga membandingkan peraturan di Indonesia dengan negara lain seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Belanda. Ia menunjukkan bahwa negara-negara tersebut memiliki peraturan yang lebih rinci dan jelas mengenai batasan usia dan persyaratan lainnya dalam lowongan pekerjaan. Di Jerman, misalnya, batas usia dalam lowongan pekerjaan harus objektif dan masuk akal, dan jika tidak sesuai, individu dapat menggugat secara perdata.

Menurut pemohon, ketidakjelasan dalam UU Ketenagakerjaan Indonesia dapat menimbulkan konflik hukum antara pemberi kerja, tenaga kerja, dan regulator. Ia berharap agar Indonesia dapat mengadopsi aturan yang lebih spesifik dan jelas untuk mengatasi masalah diskriminasi dalam proses rekrutmen.

Implikasi Putusan MK

Keputusan MK ini memiliki implikasi signifikan bagi dunia kerja di Indonesia. Dengan menolak permohonan tersebut, MK menegaskan bahwa batasan usia dalam lowongan pekerjaan tidak dianggap sebagai bentuk diskriminasi jika diterapkan dengan asas terbuka, objektif, dan adil. Ini berarti pemberi kerja masih diperbolehkan untuk menetapkan syarat-syarat tertentu dalam proses rekrutmen, termasuk batasan usia, selama hal tersebut sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia.

Namun, keputusan ini juga menimbulkan tantangan bagi para pencari kerja yang mungkin merasa terhambat oleh batasan-batasan semacam itu. Bagi mereka, penting untuk memahami bahwa batasan usia dalam lowongan pekerjaan haruslah diterapkan secara adil dan tidak diskriminatif. Sementara itu, pemberi kerja diharapkan untuk mempertimbangkan aspek-aspek lain seperti keahlian dan pengalaman ketika menetapkan syarat dalam proses rekrutmen.

Kesimpulan

Keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai batasan usia dalam lowongan pekerjaan menegaskan bahwa batasan tersebut tidak dianggap sebagai diskriminasi jika diterapkan dengan prinsip terbuka, objektif, dan adil. Meskipun demikian, pendapat dissenting dari Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah menunjukkan adanya pandangan yang berbeda mengenai potensi ketidakpastian hukum dan kemungkinan penyalahgunaan norma tersebut.

Dengan mempertimbangkan perspektif internasional dan praktik terbaik di negara lain, diharapkan akan ada upaya lebih lanjut untuk memastikan bahwa proses rekrutmen di Indonesia berlangsung secara adil dan tidak diskriminatif. Putusan MK ini merupakan langkah penting dalam menjaga keseimbangan antara hak asasi manusia dan kebutuhan dunia usaha dalam konteks ketenagakerjaan di Indonesia.(*)

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Paling Banyak Dilihat